Lanjut ke konten

Cerita dari Italia: A Cautionary Tale (Peringatan untuk Kita Semua)

Seorang mahasiswa S3 asal Indonesia membagikan pengalaman dan observasinya selama tinggal di Trieste, Italia di tengah pandemi COVID-19. Artikel ini penting untuk menjadi bahan renungan bagi masyarakat di Indonesia agar yang terjadi di Italia tidak perlu terulang di negara kita.

Kawal COVID-19's Avatar
Kawal COVID-19Tim administrator situs KawalCOVID19.id

Penulis: Yogi Pratama (Medical doctor, biomolecular researcher, dan PhD Candidate di Fondazione Italiana Fegato/Italian Liver Foundation, Università degli Studi di Trieste)

Cerita berikut berdasar pada data dan fakta di Italia, serta pengalaman dan observasi saya selama sebulan terakhir. Saya tinggal di Trieste, Italia, walaupun tidak berada dalam episenter outbreak COVID-19 di Italia. Secara perspektif, ini akan memberi kalian wawasan tentang apa yang kami pikirkan, penduduk di luar wilayah terjadinya wabah, sebelum akhirnya kami menyadari bahwa COVID-19 bukan hal yang dapat disepelekan.

Seperti yang kita ketahui, berdasarkan jumlah kasus COVID-19 per tanggal 22 Maret 2020, Italia berada di peringkat kedua dunia setelah Tiongkok, dengan 59.138 kasus kasus positif dan 5.476 angka kematian (9,26%)*, lebih tinggi dari negara manapun yang rate kematiannya berkisar di atas 5%. Jumlah kematian di Italia bahkan sudah yang paling lebih tinggi di dunia, melebihi Tiongkok sendiri. Untuk menemukan suatu perspektif, harap melihat pada 2 faktor ini:

  1. Italia memiliki populasi penduduk tertua di Eropa dan kedua di dunia setelah Jepang. Sekitar 6,5% penduduknya berusia di atas 80 tahun, yang merupakan salah satu faktor penting yang berkontribusi pada tingginya angka kematian di Italia akibat COVID-19.
  2. Sistem kesehatan Italia menggunakan state-funding healthcare (Servizio Sanitaria Nationale), seperti BPJS di Indonesia, yang menjamin fasilitas kesehatan gratis untuk seluruh penduduk Italia.

Jadi, mengapa semuanya jadi berantakan karena COVID-19, sampai-sampai Italia menjadi negara Eropa pertama yang melakukan lockdown satu negara yang terbesar dalam sejarah Eropa? Lini masa berikut akan membantu kita memahami urutan peristiwa di Italia dan mengapa ini menjadi peringatan bagi negara-negara yang masih menjalani fase awal dari wabah COVID-19. Karena kami sudah mengalaminya.

16 Februari 2020

Pasien A, 38 tahun, warga Codogno, sebuah kota kecil di Provinsi Lombardia, masuk rumah sakit karena mengeluh gejala pernapasan. Dua hari sebelumnya ia memeriksakan diri ke dokter umum dan didiagnosis flu biasa (See? Butuh dua hari buat pasien menyebarkan virus). Kemudian, di RS, tidak ada perlakuan khusus yang dilakukan karena pihak RS mengira pasien mengalami bronkopneumonia. Belakangan diketahui bahwa pasien memiliki riwayat kontak dengan kolega kerjanya, yang bepergian ke Tiongkok pada 21 Januari 2020.

20 Februari 2020

Pasien A, istrinya yang sedang hamil, dan rekan pasien A dinyatakan positif COVID-19. Inilah tiga kasus positif COVID-19, yang awalnya diduga pneumonia.

21 Februari 2020

Ditemukan 16 orang lain positif COVID-19, dengan riwayat kontak dengan pasien A. Maka lockdown diberlakukan di 11 kota di sekitar zona wabah.

Reaksi warga? Pemerintah kan sudah melakukan karantina, they’re going to take care of it – Also, a lot of quarantine memes on this day.

22 Februari 2020

  • Tercatat 76 kasus baru, dengan persebaran kasus ke wilayah  lain di luar Lombardia.
  • Semua acara publik di beberapa provinsi dibatalkan.

Reaksi warga Italia? Memberitahu orang lain yang bereaksi kalau mereka overreacting.

24 Februari 2020

  • Tercatat 227 total kasus.
  • Sekolah dan universitas di seluruh Italia diliburkan hingga 1 Maret.
  • Beberapa negara mulai memberikan restriksi masuk untuk warga Italia. 

Reaksi warga Italia? Panic buying. Saya dan banyak sekali warga Italia masih merasa semuanya akan baik-baik saja, apalagi fasilitas kesehatan di Italia Utara bisa dikatakan yang terbaik di Eropa.

26 Februari 2020

  • Tercatat 445 total kasus.
  • Negara lain mulai melaporkan kasus COVID-19 yang berkaitan dengan cluster Italia.
  • Italia telah melakukan 9.426 tes COVID-19.
  • Hand sanitizer mulai tersedia di mana-mana.

Reaksi warga Italia (termasuk saya)? Don’t worry, COVID-19 tidak lethal untuk usia dewasa muda. Pada fase ini, belum ada istilah social distancing. Sekolah dan kampus libur = semakin banyak warga yang berlibur dan nongkrong di cafe, bar, dan public places. Ini poin yang paling critical dan merupakan fase penting apakah COVID-19 akan semakin menyebar. Indonesia sedang berada di fase ini.

1 Maret 2020

  • Tercatat 1.694 kasus di 12 dari 20 provinsi di Italia.
  • Angka positif COVID-19 meningkat dua kali lipat per hari.
  • 52 orang dinyatakan meninggal dunia. 
  • Di region saya, Friuli VG, kasus pertama dilaporkan. Asalnya dari seorang dosen yang memberikan materi di conference Akibatnya, 10 orang yang seruangan dengannya positif COVID-19

Reaksi warga Italia? Ah okay, masih aman lah, selama cuci tangan dan menjaga daya tahan tubuh. Social distancing masih tidak familiar.

Saya? Bikin Q&A COVID-19, percaya bahwa everything is going to be okay. Things are fine.

2-7 Maret 2020

  • Tercatat 5.883 total kasus.
  • Sekolah dan universitas di seluruh Italia tetap diliburkan.
  • Semakin banyak lockdown dilakukan di beberapa kota dengan kasus outbreak yang tinggi.

Reaksi warga Italia?

  • Aktivitas di daerah non-lockdown tetap berjalan seperti biasa.
  • Bar, restoran, cafe, gym, dan beberapa public spaces berjalan seperti biasa.
  • Cuaca mulai bagus, semakin banyak orang beraktivitas di luar. 

8 Maret 2020

Perdana Menteri Giuseppe Conte mengeluarkan Dekrit lockdown bagi 25% daerah di Italia, yang melarang arus masuk dan keluar dari daerah lockdown, melarang kegiatan publik, dan memberlakukan social distancing berjarak satu (1) meter antar tiap orang.

Di sini terjadi kesalahan fatal. Dokumen dekrit dirilis oleh media cetak semalam sebelumnya. Yang terjadi, 10.000 orang dari daerah RED ZONE dalam semalam keluar dan menyebar ke kota-kota lain.

Efeknya? Mempercepat penyebaran ke hampir seluruh daerah di Italia.

9 Maret 2020

  • Tercatat 9.172 kasus positif COVID-19.
  • Rumah sakit mulai over capacity, sementara banyak pasien non-COVID-19 yang membutuhkan perawatan intensif.
  • Dokter yang sudah pensiun diminta untuk turun tangan karena keterbatasan jumlah tenaga medis.

Reaksi warga Italia? Menyadari bahwa COVID-19 bukan soal apakah diri kita sendiri vulnerable atau high risk, bahwa prioritas kita adalah tentang melindungi populasi berisiko dan mencegah krisis yang terjadi di rumah sakit.

Tanggal 9 Maret menjadi hari terakhir aktivitas normal. Malamnya, PM Giuseppe Conte mengeluarkan dekrit untuk mengimplementasikan lockdown di seluruh Italia.

10 Maret 2020

  • Jumlah kasus mencapai di atas 10.000.
  • Angka kematian menjadi di atas 6%, melewati rata-rata mortalitas COVID-19 (2-3%).
  • Sistem kesehatan mulai kolaps. Dokter dihadapkan pada status triase yang artinya: memilih pasien mana yang harus diselamatkan.
  • Di Bergamo, laporan kematian di koran yang biasanya 1 lembar kini 10 lembar per hari.

Semua tindakan untuk mencegah penyebaran COVID-19 yang saat ini sedang marak di negara lain. Kami baru menyadari di stage ini:

  • Stay at home
  • Minimalisasi kegiatan komunal dan sosialisasi
  • Social distancing

Kami menyadari bahwa things are not okay. We all took it too easy.

11 Maret 2020

Lockdown diperketat. Tidak boleh ada lagi aktivitas bisnis yang buka selain supermarket dan apotek. Hampir seluruh aktivitas kerja ditiadakan. Keluar rumah diwajibkan membawa surat resmi yang menuliskan identitas dan alasan keluar rumah. Banyak mobil polisi yang berpatroli. Tanpa alasan yang jelas, seseorang akan didenda >200 eEuro atau penjara 3-12 bulan. Hampir seluruh Italia seperti kota mati.  The fear is in the air.

Semuanya terjadi kurang dari 30 hari.

Tiga minggu lalu, saya tidak pernah berpikir bahwa negara seperti Italia, yang melakukan pengawasan ketat terhadap COVID-19 sejak Januari, yang memiliki salah satu akses kesehatan universal terbaik yang telah melakukan 60.761 tes dalam waktu kurang dari 30 hari, akan berada pada kondisi lockdown, dan mempertaruhkan stabilitas ekonomi, kemungkinan resesi, demi keselamatan penduduknya.

Tiga minggu lalu, saya sendiri masih berpikir bahwa virus ini tidak mematikan. Tetapi semua ini bukan tentang itu, tapi tentang konsekuensi yang lebih fatal dari virus ini.  It’s a silent killer untuk mereka yang berusia lanjut, mereka dengan penyakit-penyakit komorbid, ataupun yang memiliki sistem imun lemah, mereka yang merupakan pasien-pasien kritis yang tidak mendapatkan penanganan karena jumlah tenaga dan fasilitas rumah sakit yang di luar kontrol. You know they said in hospital life, ketika seorang dokter sudah dihadapkan pada situasi di mana mereka harus memilih pasien mana yang harus diselamatkan….

It’s a silent destructor for a healthcare system, for the economy, and social life.

Kondisi saat ini di Indonesia adalah Italia beberapa minggu lalu. Jangan biarkan terulang. Now you know the story, learn the lesson.

Andrà tutto bene, everything will be fine ☺**

*Data terkini di Italia. 

**Artikel ini disalin dari unggahan penulis di akun media sosialnya dengan seizin penulis dan penyuntingan bahasa seperlunya.